Kondisi Alumni Penjara
Indonesia saat ini sedang
mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan. Selain masalah kemiskinan yang
tak kunjung selesai, kriminalitas pun semakin meningkat. Bahkan tidak ada jalan
keluar untuk penyelesaian
masalah kriminalitas, tidak ada penurunan tingkat kriminalitas walaupun telah
dilakukan berbagai macam hukuman. Ironisnya, banyak dari alumni dari hotel
prodeo ataupun bisa kita sebut sebagai narapidanawan yang telah mendekam sekian
lama di dalam penjara mengulangi kejahatannya hingga berulangkali. Disayangkan sekali,
alumni-alumni lulusan lembaga
pemasyarakatan tidak ada yang bisa dijadikan contoh dan bahkan sering
dikucilkan dalam masyarakat. Penjara hanya dijadikan tempat persinggahan, bukan
menjadi tempat pemulihan dan penyadaran bagi yang telah dinyatakan bersalah. Konon, orang yang telah
merasa bersalah dan
dijebloskan ke penjara biasanya berada pada titik nol. Sejatinya, dalam
kondisi seperti itu sangat mudah untuk merubah pemikiran mereka agar sadar dan
kembali melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, dan meninggalkan serta
melupakan tindak kriminal yang pernah dilakukannya.
Penjara Saat Ini
Istilah penjara, mungkin menjadi hal yang kurang atau tidak menyenangkan
bagi diri manusia, terlebih bagi
orang-orang yang memiliki kesalahan baik kriminal maupun kejahatan non-kriminal yang notabene dapat merugikan
orang lain. Setiap orang yang divonis bersalah selalu berhubungan dengan
penjara setelah melalui proses di pengadilan. Mereka mendekam di penjara untuk
mempertanggungjawabkan kejahatannya sesuai hukum yang telah diatur dalam
undang-undang. Namun, yang masih menjadi pertanyaan besar bangsa kita saat ini
adalah seberapa besar pengaruh penjara terhadap tingkat kejahatan di negeri
ini.
Alangkah sedihnya saat ini, para narapidana yang ada di dalam
penjara bukan untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya, bahkan melanjutkan
kejahatannya. Seperti banyak
fakta yang didapat di mana para narapidana
melakukan peredaran narkoba di dalam Lembaga Permasyarakatan. Penjara seperti
tidak ada manfaatnya, penjara bahkan menjadi pusat peredaran narkoba bagi
narapidana. Apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini? Penjara yang seharusnya
menjadi tempat yang bisa dipercaya untuk memulihkan para-para penjahat yang
sangat meresahkan, malah menempah bakat para penjahat. Bahkan mereka yang
sebelumnya sangat amatir
dalam kejahatan menjadi sangat
profesional setelah mereka keluar dari penjara.
Dari
berbagai kasus yang terjadi di penjara dalam periodesasi sejarah narapidawan di
negeri ini selalu ada terdengar ke publik tentang para tersangka yang bebas
keluar masuk penjara kapanpun dia mau selama dia masih memiliki uang untuk
membeli kekuasaan dan keadilan. Seperti kasus Gayus Tambunan misalnya, yang bisa bebas kemanapun dia
mau. Padahal dia berstatus sebagai tersangka dan melakukan proses hukuman di
penjara. Ada juga para mafia hukum, tersangka kasus korupsi lain yang
menjadikan penjara sebagai tempat istirahat layaknya hotel bintang 5. Mereka
bisa menikmati apapun yang mereka mau. Kalau kasusnya demikian, untuk apa
dibuat penjara yang hanya menghabiskan
APBN setiap tahunnya? Mau dikemanakan negeri ini kalau para penjahat bisa bebas dan
melakukan kejahatannya berulang kali dan tidak ada efek jera? Yang selama ini menjadi amanat undang-undang dalam pembentukan
penjara. Para penjahat yang tidak memiliki uang bagaikan imbas dari keburukan
penjara. Bagaimana tidak, dari kondisi psikis jelas akan timbul kecemburuan sosial dengan para tahanan yang memiliki
uang. Sehingga imbasnya mereka akan brutal dan mengulangi kejahatannya akibat
dari rasa tidak puas karena tidak adanya keadilan yang mereka terima. Mereka
tidak bisa berontak karena tidak memiliki wewenang dan kekuasaan, di mata
mereka kekuasaan hanya milik orang-orang yang memilki uang.
Tidak sedikit narapidana yang
medekam dipenjara merupakan wajah-wajah lama yang telah berulang kali masuk
penjara. Jadi di mana letak kegunaan penjara yang selama ini dikenal sebagai
suatu tempat menebus dosa dan efek jera bagi para tersangka, yang kenyataannya
mereka tidak memiliki rasa jera dan tidak ada perubahan yang terjadi pada diri
mereka. Untuk apa vonis hukuman
10 hingga 20 tahun namun tidak ada manfaatnya bagi narapidana. Ini merupakan realitas umum yang kita dapatkan
saat ini. Jelas ada yang salah dari sistem penjara itu sendiri. Yang seharusnya
menjadi tempat perbaikan moral, bukan malah menjadi tempat penghancuran moral.
Itulah yang terjadi saat ini, masyarakat mulai berpikir untuk apa adanya
penjara kalau tindak kejahatannya semakin meningkat.
Revolusi Penjara
Untuk itu sebaiknya sudah saatnya pemimpin-pemimpin negeri ini dapat
memikirkan sebuah revolusi bagi penjara! Revolusi penjara harus segera
dilakukan agar masalah
ini tidak terlalu lama dan dapat
berdampak kepada lunturnya eksistensi jatidiri bangsa
dikarenakan kondisi moral anak bangsa sudah berada pada titik yang memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan. Alangkah
indahnya jika penjara diubah ibarat menjadi sebuah pondok pesantren (ponpes). Ya, segalanya dibuat layaknya
pondok pesantren. Bagaimana di
ponpes demikian pula di penjara. Para bang napi diwajibkan beribadah,
diajarkan ilmu-ilmu
agama dan ilmu modern sesuai dengan kurikulum pondok pesantren (atau dengan ajaran agama masing-masing bagi non-muslim).
Semuanya mengadopsi sistem pesantren. Yang membedakannya hanya tempat
mereka tidur yang berjeruji besi. Jadi penjara bukan hanya untuk tempat mereka
makan tidur, ada perbaikan moral yang dilakukan dalam penjara. Selain itu, para bang napi juga diharuskan menerapkan
ilmu-ilmu agama yang telah mereka pelajari, sehingga moral mereka dapat
diperbaiki.
Tak hanya itu, mereka juga nantinya akan dibekali ilmu modern seperti bahasa Inggris maupun
bahasa Arab. Sehingga
keahlian yang ada dalam diri mereka dapat dikembangkan dan bermanfaat setelah
mereka keluar dari penjara. Banyak kejahatan terjadi dikarenakan mereka tidak
tahu ataupun lupa akan dosa yang didapatkan. Disinilah peran penjara untuk
memperbaiki, memberi tahu, bahkan mengingatkan mereka agar mereka tidak
melakukannya lagi. Bahkan
mereka nantinya akan
memiliki keahlian untuk mereka gunakan sebagai media mengais rezeki sehingga
kejahatan akan berkurang dan tidak mustahil kejahatan itu akan hilang.
Sistem ini selain dapat
menyadarkan mereka juga dapat
membentuk kepribadian
mereka layaknya ustadz
ataupun tokoh agama lainnya. Selama 10 tahun mereka divonis dalam penjara,
ibarat 10 tahun mereka berada di pesantren. Maka efeknya akan sangat baik bagi
bangsa ini, setelah mereka keluar dipenjara mereka akan menjadi orang yang taat
beribadah, berilmu pengetahuan, berakhlak mulia, dan memiliki kematangan
profesional yang siap ditempatkan dalam masyarakat layaknya manusia ulul albab.
Sehingga tak ada lagi alasan untuk mereka melakukan kejahatan. Bahkan mereka
dapat menyadarkan sesama rekan dengan ilmu yang diperoleh selama di penjara.
Lantas bagaimana dengan para tersangka yang beragama selain Islam? Sangat jelas bahwa
seluruh agama mengajarkan hal kebaikan
bagi setiap manusia. Tidak ada satu agama pun yang menganjurkan tindak
kejahatan. Maka dari itu diberlakukan juga kurikulum menurut agama mereka
masing–masing yang seluruhnya bertujuan untuk menjadikan alumni penjara menjadi
yang bermanfaat di lingkungannya masing-masing setelah mereka menempuh pendidikan
di dalam penjara. Kalau ini dapat dilakukan, tindak kejahatan di negeri kita akan berkurang bahkan akan
hilang. Dan bangsa kita akan menjadi bangsa yang maju dan sejahtera sesuai yang
dicita-citakan oleh para pendiri bangsa kita. Penjara bukan menjadi neraka bagi
para tersangka tapi penjara akan membawa para tersangka menjadi orang-orang
yang ahli surga. Semoga !!!