10 November diperingati sebagai hari pahlawan di negeri tercinta Indonesia. Hari pahlawan yang menjadi hari tersendiri sebagai penghargaan bagi jasa-jasa para pahlawan negeri ini. Begitu banyak pahlawan yang kita kenal seperti Cut Nyak Dhien, Hasyim Asyari, Imam Bondjol dan lain sebagainya yang bergelar sebagai Pahlawan Nasional. Banyak sejarah mencatat bahwa perjuangan bangsa ini dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan begitu berat. Banyak korban berjatuhan. Harta, tahta, dan nyawa menjadi taruhan dalam setiap peperangan yang terjadi selama lebih dari 3 setengah abad. Penderitaan yang dirasakan pejuang masa lalu menjadi kenikmatan yang dapat dirasakan oleh anak cucu mereka saat ini. Kita bisa merasakan bagaimana arti dan manfaat dari kebebasan yang telah kita peroleh
Sebagai mahasiswa tentu harus sadar bahwa perjuangan masa lalu tidak lah berat. Tidak ada kenikmatan yang dapat dirasakan tanpa melalui perjuangan. Tapi ketika hari itu tiba, tepat pada tanggal 10 November 2012 Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono memberikan anugrah gelar “ Pahlawan Nasional “ kepada sang proklamator sekaligus Presiden pertama negeri ini Dr. ( HC ). Ir. H. Soekarno atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Bung Karno di Istana Presiden yang diterima oleh Megawati Soekarnoputri. Tentu selaku mahasiswa saya merasa bangga ketika ada penganugerahan itu, namun yang menjadi pertanyaan dan kejanggalan dipikiran seorang mahasiswa adalah mengapa gelar itu baru sekarang?
Tanpa ingin mengurangi rasa penghargaan dan hormat kepada pahlawan-pahlawan lain, yang masih menjadi pertanyaan bagi masyarakat saat ini adalah kecilkah jasa Bung Karno dibanding pahlawan yang lainnya ? Sehingga gelar pahlawan nasional baru dianugrahkan pada bung karno disaat usia kemerdekaan bangsa ini sudah menginjak 67 tahun. Kemana kita, kemana pemimpin kita sehingga seakan kita melupakan perkataan beliau “ jangan sekali-kali melupakan sejarah “, tapi kita melupakannya. Padahal setiap acara nasional kata-kata Bung Karno sering disebutkan tapi itu hanya sebatas lisan tanpa ada aplikasi yang jelas. Kalau kita beranggapan bahwa tidak penting gelar pahlawan nasional itu. Toh, bangsa Indonesia selalu mengakui beliau sebagai pahlawan walaupun tidak memiliki gelar secara formal.
Tapi sebagai akademisi tentu ini menjadi perhatian tersendiri. Alangkah indah ketika ketidak formalan dilengkapi oleh suatu yang formal. Layaknya mahasiswa yang menguasai berbagai ilmu tapi tidak meiliki ijazah, apakah itu baik ?? tentu tidak. Maka dari itu sangat penting ketika keformalan di perhatikan sebagai legalitas dari segala sesuatu. Sang proklamator yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa ini bahkan dunia seakan tidak diakui kepahlawanannya oleh negeri yang diproklamirkannya. Namun terlepas dari itu semua Sang Proklamator telah sah menjadi seorang pahlawan negeri ini. Walaupun kenyataannya waktu yang terlalu lama membuat kita seakan lupa akan sebutan Sang Proklamator sebagai Sang Pahlawan. Semoga menjadi pelajaran bagi bangsa ini kedepan untuk lebih menghargai para pahlawan. Tidak hanya sebatas ucapan tapi lebih kepada keabsahan dari ucapan itu sendiri.Wallahu’alam
No comments:
Post a Comment