Pages

Tuesday 17 April 2012


Budaya Sebagai Wadah Implementasi Diri1
Oleh : Dwi Chandra Pranata )*
Budaya sering disebut sebagai kebiasaan. Dalam arti sesungguhnya budaya adalah hasil karya, cipta, karsa dan rasa dari sebuah peradaban yang secara terun-temurun diwariskan sebagai produk dari sebuah peradaban itu sendiri. Ketika budaya menjadi sebuah kebiasaan, maka yang harus dilakukan adalah menjadikan sebuah kebiasaan itu sebagai tolak ukur kita dalam melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat sebagai upaya untuk menjadikan budaya sebagai wadah implementasi diri kita untuk terus berkarya dan melestarikan karya itu sendiri menjadi sebuah budaya. Negara Indonesia sendiri memiliki begitu banyak budaya. Beragam budaya yang timbul dari berbagai suku yang ada di Indonesia, tercatat 138 suku yang mendiami pulau-pulau yang ada diseluruh Indonesia2. Melalui suku tersebut muncullah beragam budaya yang selalu menjadi ciri khas dalam menunjukkan suatu identitas daerahnya masing-masing. Ironis memang ketika budaya selalu dipermasalahkan dalam berbagai kajian yang ada baik dikalangan akademik maupun non akademik. Yang dipermasalahkan sebenarnya hanya hal sepele, yaitu budaya yang tidak diakui ataupun budaya yang diklaim oleh bangsa lain. Kalau dilihat dari kacamata psikologi budaya sebenarnya hanya sebuah identitas, dan identitas itu hanya akan muncul ketika kondisi mental seseorang siap untuk mendapatkan sebuah identitas. Sehingga permasalahan yang terjadi dibangsa kita sebenarnya hanya terletak pada kondisi mental rakyatnya sendiri. Siapkah mereka menerima budaya? Siapkah mereka melestarikan budaya yang diwariskan? Itulah sebenarnya yang menjadi permasalahan besar bangsa kita, kondisi mental yang diibaratkan sebagai mental jajahan. Bagaimana mungkin kita bangga dengan budaya kita sementara kita tidak bisa menjaga tradisi yang sudah diwariskan. Ketika orang lain yang ingin melestariskan kita ibarat orang yang “ kebakaran jenggot “, sementara kita hanya bisa diam tanpa mau berusaha untuk mencari tau dan mempelajari lebih dalam tentang budaya yang kita miliki. Seseorang pernah berkata kepada saya, bahwa budaya saat ini hanya dijadikan sebagai lahan dalam kegiatan ekonomi praktis. Tidak seperti tujuan budaya itu sebenarnya yang diciptakan untuk membangun moralitas bangsa. Sangat ironis memang ketika kita melihat orang asing yang lebih mahir dalam memperagakan budaya kita. Kita sebagai bangsa yang bedaulat hanya bisa diam ketika orang asing datang dan mengepakkan sayapnya dinegeri kita dengan pundi-pundi uang dan identitas asing yang dibawa dari negara mereka masing-masing. Bangsa kita terlena dengan identitas asing yang sudah dikonstruk dalam diri kita bahwa segala sesuatu dari orang asing itu baik. Sesuatu yang lebih, selalu kita menganggap itu dari negara asing. Sementara bangsa kita hanya bisa menyalahkan satu sama lain yang notabanenya adalah bangsanya sendiri. Ditengah kemajuan zaman kita selalu mengikutinya namun tanpa bisa menfilterisasi akibat dari kemajuan zaman itu sendiri. Bayangkan berapa banyak budaya tradisional kita yang telah hilang tanpa jejak. Itulah yang seharusnya dilestarikan, jangan hanya mempersalahkan bangsa lain yang mengkalim budaya kita. Padahal lebih banyak jumlah budaya kita yang hilang dari pada budaya kita yang telah diklaim. Konon, banyak anak-anak memainkan berbagai macam permainan, tarian, maupun olahraga tradisonal yang menjadi produk dari sebuah budaya. Tapi sekarang jika kita perhatikan disekeliling kita, tidak ada budaya itu yang hanya menjadi kenangan yang bisa dikenang namun tidak ada upaya untuk melestarikannya. Yang ada sekarang adalah produk-produk asing yang terus mengkonstruk pemikiran bangsa kita. Game online contohnya yang terus menjadi favorite permainan di setiap lapisan masyarakat kita. Mana sebenarnya jati diri kita sebagai bangsa yang merdeka, bangsa yang berdaulat yang konon katanya memiliki potensi untuk menjadi negara yang maju. Marilah kita wujudkan itu semua, menjadi bangsa yang berbudaya. Bangsa yang memiliki budi dan aya yang sesungguhnya. Mari kita rubah konstuk yang ada dalam diri kita untuk menjadi sosok bangsa yang memiliki jati diri, yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Menjadi bangsa yang bangga akan budayanya sendiri tanpa harus melecehkan budaya orang lain. Bangsa yang besar adalah bangsa yang cinta akan segala sesuatu yang ada dalam diri bangsa sendiri sehingga potensi yang ada dapat dikembangkan menjadi lebih baik dan lebih maju melalui proses implementasi budaya. Jayalah bangsaku, jayalah Indonesiaku, berkibarlah merah putih, semangat juang tanpa henti !!!
Cogito Ergo SUM !!!
Malang, 17 April 2012 @ 23.22 WIB, created by DCP
)* Mahasiswa semester II Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang
Peserta Diklat PRA XIII LKP2M Tahun 2012

1 Representasi renungan dari kajian peserta magang I PRA XIII LKP2M 2012 ( 17 April 2012 )
2 Data Badan Pusat Statistik Nasional