Pages

Thursday 8 March 2012

Emosi dan Fanatisme

Disaat kajian psikologis memaparkan tentang materi emosi, teringat dibenak setiap mahasiswa bahwa emosi selalu bersifat negative. Itu timbul dikarenakan selama ini manusia telah dengan sendirinya mendoktrin bahwa segala perilaku negative berasal dari emosi. Emosi selalu dijadikan alasan untuk melakukan perilaku buruk. Namun adakah emosi dijadikan alasan untuk perilaku baik?
sangat jarang kita dapatkan ketika orang melakukan kebaikan mengatakan bahwa itu timbul dari emosi. Mungkin banyak orang yang belum memahami tentang emosi. Padahal kalau kita kaji dari pengertian umum emosi yaitu luapan hasrat yang timbul dari dalam diri manusia. Sehingga tidak etis kalau kita selalu menyalahkan emosi. Manusia diciptakan emosi oleh Allah SWT untuk dipergunakan kearah yangg baik, hasrat yang timbul dari diri kita harus diarahkan kejalan kebenaran. Sebagai contoh manusia yang selalu beribadah dan tidak pernah berbuat jahat itu bukan karena mereka tidak memiliki emosi. Namun lebih dikarenakan mereka dapat mengarahkan emosinya kearah yang baik. Sangat indah ketika manusia menggebu-gebu denagn emosinya untuk pergi kemasjid melaksanakan Sholat berjamaah. Itulah emosi, sangat bermanfaat bila kita bisa menempatkan emosi itu kejalan yang baik dan dalam arah yang positive. Namun yang untuk untuk saya bahas hari ini adalah masalah emosi fanatisme. Dikaitkan dengan perilaku manusia ketika mereka sangat fanatik akan suatu ideologi yang dianut maka hasilnya juga kurang baik. Seorang dosen mengatakan kepada saya janganlah terlalu terhadap apapun itu yang belum mutlak kebenarannya. Hal yang dapat kita fanatikkan adalah masalah ideologi agama sesuai Al-Quran dan Hadist. Namun jika tentang pendapat para tokoh ataupun pendapat ulama maka yang harus dilakukan adalah kita memahaminya dengan cara menelaah dan selalu mencari pendapat lain yang semuanya itu benar. Ya, tidak ada pendapat yang salah, semua pendapat memiliki referensi tergantung bagaimana kita memahaminya dan dari mana referensi itu. Manusia memiliki pemahaman yang berbeda-beda sehingga tidak semua dari mereka dapat menerima ideologi orang lain dikarenakan sikap fanatis yang terlalu dikembangkan. Apabila kita terlalu fanatis tentang apapun itu maka hasilnya akan timbul emosi-emosi yang negative. Ada juga emosi yang positive namun emosi yang positive dikalahkan oleh yang negative. Sehingga akan menimbulkan kesan buruk pada orang lain. Sikap fanatis bermula timbul pada pemahaman seseorang. Lalu berlanjut kepada pemahaman yang stagnan, artinya bahwa mereka menganggap ketika ada paham yang tidak sesuai dengan pemahamannya maka itu dianggap salah dan tidak mau mengkaji lebih dlam tentang pendapat orang lain yang dianggap salah. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan konflik akibat dari emosi yang negative. Fanatisme yang selalu dikedepankan dengan selalu menjelekkan dan meyalahkan sesuatu yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka. Maka dari itu sangat diperlukan sikap yang terbuka dan mentoleransi terhadap segala hal selama tidak bertentangan dengan keimanan dan aqidah kita. fanatisme memang diperlukan untuk menjaga diri dari hal-hal yang salah. Namun alangkah baiknya ketika kita memandang fanatisme itu sebagai pegangan kita, dan mempelajari hal-hal yang baru. Sehingga kita dapat memahami segala sesuatu dengan bijak tanpa harus menyalahkan orang lain. Melalui pemahaman orang lain banyak ilmu yang bisa didapatkan dan melalui ilmu mereka dapat kita integrasikan dengan pemahaman yang kita miliki. Sehingga kita akan menjadi orang yang bisa memahami orang lain tanpa harus menghilangkan jati diri kita dan ideologi yang kita miliki. Karena sesungguhnya yang benar adalah perubahan, dan yang pasti adalah ketidakpastian. Perubahanlah yang akan dapat membawa kita menjadi lebih baik, perubahan itu adalah perubahan yang berarti dan perubahan yang bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Wallahu’alam
By : DCP, 5 Februari 2012, 17.13 WIB

Terjajah Ditanah Sendiri

Bangsa kita adalah bangsa yang memiliki mental jajahan. Bagaimana tidak lebih dari 3,5 abad bangsa kita dijajah. Secara tidak langsung sangat berpengaruh bagi kondisi mental dan kondisi psikis anak bangsa. Betapa menyakitkan mengingat sejarah masa lalu yang begitu kelam. Itu semua dapat tercermin melalui kondisi saat ini, kondisi yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Betapa tidak, bangsa yang besar yang telah merdeka selama hampir 67 tahun dan sudah diakui sebagai bangsa yang berdaulat harus patuh dan tunduk dengan bangsa asing yang kecil wilayahnya dengan negara kita. Ironis, karena ketundukan dan kepatuhan itu bukan disebabkan oleh kesalahan kita. Semua itu lebih disebabkan oleh orang asing yang tidak bisa menerima budaya kita. Namun, apakah kita harus diam saja??

Jum’at pagi ba’da subuh, sudah umum masyarakat kita melakukan aktivitas olahraga pagi, layaknya senam dan olahraga lainnya. Senam yang diirigi dengan musik agar terasa lebih indah dan beremangat. Begitu juga ditempat yang sedang saya singgahi saat ini, senam pada Jum’at sudah menjadi ciri khas sebagai rutinitas masyarakatnya. Pagi itu, seperti biasa senam diiringi dengan musik pop dan lainnya yang dapat membangkitkan semangat senam di pagi hari. Ditengah-tengah kami terdapat orang asing yang juga sedang berdomisili. Ketika mendengar kami senam dengan menggunakan musik yang lumayan keras, secara spontan orang asing itu mematikan musik dan mengatakan untuk diam dan jangan berisik. Apa yang terjadi, masyarakat kita hanya bisa diam menuruti apa mau mereka ibarat “sapi yang ditusuk hidungnya”. Bangsa kita yang bermental penjajah hanya bisa pasrah dan menuruti intruksi mereka. Namun apa harus begitu??
Sahabat, bangsa kita merupakan bangsa yang besar. Bangsa kita sudah merdeka dan memiliki kedaulatan yang utuh. Apakah mungkin tamu menginjak-injak tuan rumah. Bagaimana kita bisa bangkit kalau kondisinya seperti ini. Mana jati diri kita, bagaimana kita mau bertamu jika dirumah sendiri kita harus tunduk oleh tamu. Ingat sahabat, perjuangan tokoh-tokoh pejuang bangsa kita dulu yang tidak mau dijajah dan berjuang mati-matian demi merebut cita-cita kemerdekaan.
Ini negara kita bung, tanah air kita. mengapa harus kita yang mengalah? Megapa kita harus bangga dengan orang yang sejatinya hanya ingin merusak negara kita. Rumah kita, tanah kita mengapa harus orang asing yang berkuasa dan memiliki wewenangsementara kita sebagai pemuda bangsa hany bisa mengalah. Mengapa kita harus takut dengan mereka. Toleransi selalu memiliki batas, ketika tamu yang telah sewenang-wenag dan kurang ajar maka kita wajib mengusirnya. Tidak harus diam dan seakan bangga dengan adanya orang asing ditempat kita. Padahal kalau kita teliti banyak dari mereka merupakan orang-orang pinggiran yang tidak diperhitungkan dinegara mereka. Apalagi ketika mereka telah semena-mena dengan tidak bisa menerima budaya kita maka bukan seharusnya kita yang mengalah namun merekalah yang harus menyesuaikan dengan kondisi tempat tinggal mereka. Sahabat, mari kita bangkit dengan mengedepankan rasa percaya diri kita. Percaya bahwa kemampuan yang kita miliki lebih baik dari pada mereka ( orang asing). Dan janganlah kita membangkan mereka yang tidak patut dibanggakan. Karena itu akan membuat kita merasa minder dan tidak percaya diri. Sehingga akan membuat kondisi semakin terjajah dan selalu terjajah. Saatnya bangkit untuk menunjukkan eksistens kita sebagai bangsa yang besar, layaknya macan yang siap menerkam. Banggalah dengan bangsa sendiri, agar kita menjadi bangsa yang berkarakter dan berwibawa dimata dunia.
Mari sahabat, percayalah akan potensi yang kita miliki, yakinlah akan kemampuan yang ada dalam diri kita. Yang akan dapat mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang lebih maju, bermartabat dan dapat menunjukkan jati diri yang sesungguhnya. Wallahu’alam

By : DCP, 7 Maret 2012 @23.44 WIB