Pages

Thursday, 10 December 2015

SMA Negeri Unggul Aceh Timur



Sekolah ini masih terbilang sangat muda, usianya belum genap 10 tahun. Tapi ternyata usia muda bukan menjadi alasan untuk tidak berprestasi apalagi kalah dengan yang tua. Seamngat muda itu sangat terlihat dari kiprah sekolah ini. Banyak prestasi telah diukirnya muai dari tingkat kabupaten, provinsi, nasional, bahkan internasional.


Selama 3 tahun kami di didik disini. Karena kebetulan sekolah ini menganut mazhab asrama. Sehingga para siswa wajib tinggal disekolah. Proses belajarnya pun sangat luar biasa. Jam 4.30 pagi kami harus sudah bangun dan mengikuti jamaah Shalat subuh. Mungkin itu biasa bagi sekolah seperti pesantren, tapi ini sekolah umum yang banyak siswanya juga dari SMP. Tapi lagi-lagi darah muda itu masih sangat luar biasa. Pantas saja, Sukarno hanya butuh 10 pemuda untuk menggoncang dunia. Buktinya anak SMA ini bisa rutin mengerjakan jamaah subuh setiap pagi, walaupun ada beberapa yang pernah sesekali disiram juga, termasuk penulis.hehe

Jam 6.30 maksimal kami harus sudah ada diruang makan, karena kalau telat bisa tidak sarapan. Makan pagi bersama, karena jam 7.15 kami sudah harus berada dikelas. Sekarang saya berpikir ternyata perjuangan dulu sungguh luar biasa. Kalau dibayangin mungkin serasa tidak sanggup, tapi setelah dijalani itu biasa saja. Makanya cita-cita itu jangan hanya dibayangkan, tapi dijalani prosesnya pelan-pelan.

Layaknya sekolah pada umumnya kami belajar mulai pagi, tapi yang tidak umum tidak ada istilah tidak ada guru atau tidak belajar. Karena sudah terbiasanya, banyak dari teman saya protes kalau gurunya tidak masuk atau telat. Padahal umumnya itu yang diharapkan. Setengah 2 kami keluar kelas dan Shalat Jamaah dilanjutkan makan siang. Jam setengah 3 kami harus masuk kelas lagi, belajar seperti biasa. Pakai seragam, pergi sekolah, seakan akan itu waktu pagi. Ketika banyak sebagian orang memanfaatkan waktunya untuk istirahat, kami belajar dengan semangatnya layaknya panas matahari yang menyengat. Maklum ketika ada beberapa yang bergantian sakit migrant ketika siang hari. Walaupun sakitnya hanya muncul rata-rata seminggu sekali.. (pengalaman penulis)..

Malamnya, kami mengikuti pengajian sampai jam 9 dilanjutkan dengan makan malam. Setelah itu baru kami free. Walaupun tugas sudah siap menanti untuk dikerjakan. Itulah rutinitas kami. Yang kadang membuat kami bosan, tapi kadang membuat kami ingin pagi itu agar segera datang untuk kembali melaksanakan aktivitas.

Banyak dari kami darah muda menikmati keadaan itu. Awalnya merasa dipaksa, namun terbiasa dan hasilnya kami menjadi bisa. Mungkin untuk awal kami serasa berat. Tapi dengan tekad yang kuat kami mampu menjalaninya, bahkan sekarang rindu akan hal itu. Betapa indah masa-masa itu, masa putih abu-abu. Tidak ada proses yang membuat kita nyaman. Tapi dalam menjalani proses itu kita bisa menyamankan diri kita.

Hasilnya terbukti, prestasi-prestasi bermunculan, kekeluargaan dan kenyamanan terbentuk. Kami merasa masa masa itu sangat indah, dan layak untuk dirindukan. Guru menjadi orang tua, dan teman menjadi keluarga. Guru bukan hanya pendidik, pengajar tapi juga pembimbing sekaligus pemngeyom bagi kami. Guru bukan hanya menjadi tempat bertanya tentang pelajaran kala itu, tapi juga permasalahan kehidupan, motivasi, bahkan keuangan lebih lucu lagi tentang calon pasanganpun kami curhat kepada guru. Kami terbuka, sehingga guru mudah memberikan nasehatnya. Sungguh luar biasa guru kami, mereka mengayomi layaknya orang tua dan memberikan masukan untuk kebaikan kami di masa depan.

Tenyata memang benar, seperti apa yang pernah disampaikan oleh guru pembimbing saya yang saat ini menjadi kepala sekolah bahwa ini adalah salah satu proses yang suatu saat kamu akan tau manfaatnya, bukan sekarang dirasakan, tapi nanti. Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Tidak ada hasil tanpa proses. Dan saat ini saya merasakan keindahan itu, saya merasakan manfaatnya. Proses 3 tahun mengajarkan berbagai macam ilmu yang sangat berguna baik kuliah maupun kehidupan. Rutinitas yang kadang kita anggap bosan sesungguhnya melatih kita untuk disiplin dan lebih menghargai waktu. Dan itu sesungguhnya sangat berguna dimanapun kita berada.

Terimakasih SMAN Unggul Aceh Timur, para orang tua (guru-guru) kami para pendidik yang ikhlas mengabdi, teman-teman yang telah menjadi keluarga. Dulu kita berada diatap yang sama. Perjuangan menghadapi keadaan sekolah yang baru, banjir yang sering berlalu membuat kita kuat, membuat kita semakin bersatu, dan yang pasti membuat mental kita semakin siap untuk diuji. 

Satu atap itu mengajarkan kita betapa indahnya kebersamaan karena kita adalah keluarga. Saya yakin semua tidak lupa akan hal itu. Walaupun saat ini kita semua berjauhan dan berbeda atap, tapi yakinlah ikatan kekeluargaan itu masih sangat erat dan akan menjadi kekuatan kita dimasa yang akan datang.


Karena keadaan kita mampu, karena mereka kita bisa, dan karenaNya lah kita ditakdirkan untuk bertemu.

No comments:

Post a Comment