Beberapa bulan
lagi kita dihadapkan pada pemilihan umum yang seyogyanya bagi masyarakat untuk
menentukan pemimpin yang dapat mewakili aspirasi masyarakat daam pengambilan
keputusan. Namun, ironisnya banyak masyarakat kita yang memilih untuk tidak
menentukan pilihan atau yang sering disebut GOLPUT. Rata-rata presentase golput di daerah mencapai
kisaran 40 %. Angka yang besar ketika itu merupakan penentuan bagi pemimpin
bangsa ini. Seakan ini sudah menjadi fenomena. Entah, masyarakat bosan
memilih atau tidak ada orang yang dapat dipilih atau bahkan masyarakat kita
bosan menenukan pilihan karena dianggap tidak ada perubahan setelah mereka
memilih.
Bayangkan,
pemimpin di negeri yang “katanya” merupakan negara berpengaruh didunia, tapi
nyatanya dunia lah yang mempengaruhi negara ini. Bayangkan, ketika banyak
pengelola negeri ini yang melakukan korupsi mulai dari tingkat desa hingga
pusat. Eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Lantas lembaga apa yang bisa
menjadi kepercayaan bagi masyarakat? Kalau ketiganya sudah tidak peduli
terhadap masyarakat. Belum lepas dibenak ingatan kita menteri yang korupsi, dan
ketika terjadi korupsi pada anggota DPR yang merupakan Leader di partai
tertentu, ditambah lagi dengan kasus baru, yang melanda negeri ini. Ketua salah
satu lembaga yudikatif yang sangat disegani bukan hanya di Indonesia tapi dunia
mengakui, tertangkap melakukan korupsi dalam melakukan pengambilan kebijakan. Dalam
pandangan masyarakat awam menganggap bahwa semua pemimpin sama saja, walaupun
tidak semuanya.
Seakan terjadi
pergolakan tersendiri menjelang pemilu. Saling selang antar partai. Partai A
menganggap dialah yang baik dan menganggap partai B merupakan partai korup,
bagitu juga sebaliknya. Berbicara itu seakan negeri sedang mempertontonkan
balapan yang saling tabrakan. Sebut saja kasus Andi Malarangeng dari Demokrat,
semua menghujat. Tidak lama berselang muncul kasus Lutfi Hasan dari PKS yang
juga terkena kasus, partai lain juga menghujat. Ditambah lagi baru-baru ini
ketika KPK juga menyeret kader golkar Chairun Nisa dan kader PDIP yang
merupakan bupati Gunung mas dalam kasus suap ketua MK Mukhtar Akil yang juga
kader Golkar.
Sebentar lagi
Pemilu dan partai-partai merupakan partai besar yang ada di Negeri ini. Namun
seakan semuanya sudah tersandung kasus. Opini dimasyarakat menganggap bahwa
semua partai sama saja. Sama-sama buruknya. Dan 2014 masyarakat disuruh memilih
orang-orang yang dapat dijadikan wakil dalam pemgambilan kebijakan dinegeri
ini. Namun, ketika opini masyarakat bahwa semua partai sama buruknya, apa yang
akan terjadi? Mereka semua tidak akan menentukan alias golput. Untuk apa
memilih, ketika pilihan itu sama buruknya. Itu komentar yang keluar dari
masyarakat. Memilih yang baik diantara yang buruk yang artinya tetap juga
buruk. Kondisi inilah yang sekarang tercipta dimasyarakat sehingga meningkatkan
angka golput dinegeri ini. Kalau sudah demikian maka negeri ini harus
membutuhkan sosok yang bisa merangkul dan memberikan pemahaman bagi masyarakat
itu. Mari mahasiswa kita ciptakan orang-orang yang demikian, sehingga kedepan
masyarakat akan bisa menentukan orang yang tepat untuk dijadikan wakil bagi
mereka demi kemajuan negeri Indonesia tercinta. Keburukan bisa diubah menjadi
kebaikan ketika niat untuk menjadi baik dijalani dengan sungguh-sungguh. Wallahu’alam
(dcp)
mantap (y)
ReplyDelete