Disaat kajian psikologis
memaparkan tentang materi emosi, teringat dibenak setiap mahasiswa
bahwa emosi selalu bersifat negative. Itu timbul dikarenakan selama ini
manusia telah dengan sendirinya mendoktrin bahwa segala perilaku
negative berasal dari emosi. Emosi selalu dijadikan alasan untuk
melakukan perilaku buruk. Namun adakah emosi dijadikan alasan untuk
perilaku baik?
sangat jarang kita dapatkan ketika orang melakukan kebaikan mengatakan bahwa itu timbul dari emosi. Mungkin banyak orang yang belum memahami tentang emosi. Padahal kalau kita kaji dari pengertian umum emosi yaitu luapan hasrat yang timbul dari dalam diri manusia. Sehingga tidak etis kalau kita selalu menyalahkan emosi. Manusia diciptakan emosi oleh Allah SWT untuk dipergunakan kearah yangg baik, hasrat yang timbul dari diri kita harus diarahkan kejalan kebenaran. Sebagai contoh manusia yang selalu beribadah dan tidak pernah berbuat jahat itu bukan karena mereka tidak memiliki emosi. Namun lebih dikarenakan mereka dapat mengarahkan emosinya kearah yang baik. Sangat indah ketika manusia menggebu-gebu denagn emosinya untuk pergi kemasjid melaksanakan Sholat berjamaah. Itulah emosi, sangat bermanfaat bila kita bisa menempatkan emosi itu kejalan yang baik dan dalam arah yang positive. Namun yang untuk untuk saya bahas hari ini adalah masalah emosi fanatisme. Dikaitkan dengan perilaku manusia ketika mereka sangat fanatik akan suatu ideologi yang dianut maka hasilnya juga kurang baik. Seorang dosen mengatakan kepada saya janganlah terlalu terhadap apapun itu yang belum mutlak kebenarannya. Hal yang dapat kita fanatikkan adalah masalah ideologi agama sesuai Al-Quran dan Hadist. Namun jika tentang pendapat para tokoh ataupun pendapat ulama maka yang harus dilakukan adalah kita memahaminya dengan cara menelaah dan selalu mencari pendapat lain yang semuanya itu benar. Ya, tidak ada pendapat yang salah, semua pendapat memiliki referensi tergantung bagaimana kita memahaminya dan dari mana referensi itu. Manusia memiliki pemahaman yang berbeda-beda sehingga tidak semua dari mereka dapat menerima ideologi orang lain dikarenakan sikap fanatis yang terlalu dikembangkan. Apabila kita terlalu fanatis tentang apapun itu maka hasilnya akan timbul emosi-emosi yang negative. Ada juga emosi yang positive namun emosi yang positive dikalahkan oleh yang negative. Sehingga akan menimbulkan kesan buruk pada orang lain. Sikap fanatis bermula timbul pada pemahaman seseorang. Lalu berlanjut kepada pemahaman yang stagnan, artinya bahwa mereka menganggap ketika ada paham yang tidak sesuai dengan pemahamannya maka itu dianggap salah dan tidak mau mengkaji lebih dlam tentang pendapat orang lain yang dianggap salah. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan konflik akibat dari emosi yang negative. Fanatisme yang selalu dikedepankan dengan selalu menjelekkan dan meyalahkan sesuatu yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka. Maka dari itu sangat diperlukan sikap yang terbuka dan mentoleransi terhadap segala hal selama tidak bertentangan dengan keimanan dan aqidah kita. fanatisme memang diperlukan untuk menjaga diri dari hal-hal yang salah. Namun alangkah baiknya ketika kita memandang fanatisme itu sebagai pegangan kita, dan mempelajari hal-hal yang baru. Sehingga kita dapat memahami segala sesuatu dengan bijak tanpa harus menyalahkan orang lain. Melalui pemahaman orang lain banyak ilmu yang bisa didapatkan dan melalui ilmu mereka dapat kita integrasikan dengan pemahaman yang kita miliki. Sehingga kita akan menjadi orang yang bisa memahami orang lain tanpa harus menghilangkan jati diri kita dan ideologi yang kita miliki. Karena sesungguhnya yang benar adalah perubahan, dan yang pasti adalah ketidakpastian. Perubahanlah yang akan dapat membawa kita menjadi lebih baik, perubahan itu adalah perubahan yang berarti dan perubahan yang bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Wallahu’alam
By : DCP, 5 Februari 2012, 17.13 WIB
sangat jarang kita dapatkan ketika orang melakukan kebaikan mengatakan bahwa itu timbul dari emosi. Mungkin banyak orang yang belum memahami tentang emosi. Padahal kalau kita kaji dari pengertian umum emosi yaitu luapan hasrat yang timbul dari dalam diri manusia. Sehingga tidak etis kalau kita selalu menyalahkan emosi. Manusia diciptakan emosi oleh Allah SWT untuk dipergunakan kearah yangg baik, hasrat yang timbul dari diri kita harus diarahkan kejalan kebenaran. Sebagai contoh manusia yang selalu beribadah dan tidak pernah berbuat jahat itu bukan karena mereka tidak memiliki emosi. Namun lebih dikarenakan mereka dapat mengarahkan emosinya kearah yang baik. Sangat indah ketika manusia menggebu-gebu denagn emosinya untuk pergi kemasjid melaksanakan Sholat berjamaah. Itulah emosi, sangat bermanfaat bila kita bisa menempatkan emosi itu kejalan yang baik dan dalam arah yang positive. Namun yang untuk untuk saya bahas hari ini adalah masalah emosi fanatisme. Dikaitkan dengan perilaku manusia ketika mereka sangat fanatik akan suatu ideologi yang dianut maka hasilnya juga kurang baik. Seorang dosen mengatakan kepada saya janganlah terlalu terhadap apapun itu yang belum mutlak kebenarannya. Hal yang dapat kita fanatikkan adalah masalah ideologi agama sesuai Al-Quran dan Hadist. Namun jika tentang pendapat para tokoh ataupun pendapat ulama maka yang harus dilakukan adalah kita memahaminya dengan cara menelaah dan selalu mencari pendapat lain yang semuanya itu benar. Ya, tidak ada pendapat yang salah, semua pendapat memiliki referensi tergantung bagaimana kita memahaminya dan dari mana referensi itu. Manusia memiliki pemahaman yang berbeda-beda sehingga tidak semua dari mereka dapat menerima ideologi orang lain dikarenakan sikap fanatis yang terlalu dikembangkan. Apabila kita terlalu fanatis tentang apapun itu maka hasilnya akan timbul emosi-emosi yang negative. Ada juga emosi yang positive namun emosi yang positive dikalahkan oleh yang negative. Sehingga akan menimbulkan kesan buruk pada orang lain. Sikap fanatis bermula timbul pada pemahaman seseorang. Lalu berlanjut kepada pemahaman yang stagnan, artinya bahwa mereka menganggap ketika ada paham yang tidak sesuai dengan pemahamannya maka itu dianggap salah dan tidak mau mengkaji lebih dlam tentang pendapat orang lain yang dianggap salah. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan konflik akibat dari emosi yang negative. Fanatisme yang selalu dikedepankan dengan selalu menjelekkan dan meyalahkan sesuatu yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka. Maka dari itu sangat diperlukan sikap yang terbuka dan mentoleransi terhadap segala hal selama tidak bertentangan dengan keimanan dan aqidah kita. fanatisme memang diperlukan untuk menjaga diri dari hal-hal yang salah. Namun alangkah baiknya ketika kita memandang fanatisme itu sebagai pegangan kita, dan mempelajari hal-hal yang baru. Sehingga kita dapat memahami segala sesuatu dengan bijak tanpa harus menyalahkan orang lain. Melalui pemahaman orang lain banyak ilmu yang bisa didapatkan dan melalui ilmu mereka dapat kita integrasikan dengan pemahaman yang kita miliki. Sehingga kita akan menjadi orang yang bisa memahami orang lain tanpa harus menghilangkan jati diri kita dan ideologi yang kita miliki. Karena sesungguhnya yang benar adalah perubahan, dan yang pasti adalah ketidakpastian. Perubahanlah yang akan dapat membawa kita menjadi lebih baik, perubahan itu adalah perubahan yang berarti dan perubahan yang bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Wallahu’alam
By : DCP, 5 Februari 2012, 17.13 WIB