Budaya Sebagai Wadah
Implementasi Diri1
Oleh : Dwi Chandra Pranata )*
Budaya
sering disebut sebagai kebiasaan. Dalam arti sesungguhnya budaya
adalah hasil karya, cipta, karsa dan rasa dari sebuah peradaban yang
secara terun-temurun diwariskan sebagai produk dari sebuah peradaban
itu sendiri. Ketika budaya menjadi sebuah kebiasaan, maka yang harus
dilakukan adalah menjadikan sebuah kebiasaan itu sebagai tolak ukur
kita dalam melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat sebagai upaya
untuk menjadikan budaya sebagai wadah implementasi diri kita untuk
terus berkarya dan melestarikan karya itu sendiri menjadi sebuah
budaya. Negara Indonesia sendiri memiliki begitu banyak budaya.
Beragam budaya yang timbul dari berbagai suku yang ada di Indonesia,
tercatat 138 suku yang mendiami pulau-pulau yang ada diseluruh
Indonesia2.
Melalui suku tersebut muncullah beragam budaya yang selalu menjadi
ciri khas dalam menunjukkan suatu identitas daerahnya masing-masing.
Ironis memang ketika budaya selalu dipermasalahkan dalam berbagai
kajian yang ada baik dikalangan akademik maupun non akademik. Yang
dipermasalahkan sebenarnya hanya hal sepele, yaitu budaya yang tidak
diakui ataupun budaya yang diklaim oleh bangsa lain. Kalau dilihat
dari kacamata psikologi budaya sebenarnya hanya sebuah identitas, dan
identitas itu hanya akan muncul ketika kondisi mental seseorang siap
untuk mendapatkan sebuah identitas. Sehingga permasalahan yang
terjadi dibangsa kita sebenarnya hanya terletak pada kondisi mental
rakyatnya sendiri. Siapkah mereka menerima budaya? Siapkah mereka
melestarikan budaya yang diwariskan? Itulah sebenarnya yang menjadi
permasalahan besar bangsa kita, kondisi mental yang diibaratkan
sebagai mental jajahan. Bagaimana mungkin kita bangga dengan budaya
kita sementara kita tidak bisa menjaga tradisi yang sudah
diwariskan. Ketika orang lain yang ingin melestariskan kita ibarat
orang yang “ kebakaran jenggot “, sementara kita hanya bisa diam
tanpa mau berusaha untuk mencari tau dan mempelajari lebih dalam
tentang budaya yang kita miliki. Seseorang pernah berkata kepada
saya, bahwa budaya saat ini hanya dijadikan sebagai lahan dalam
kegiatan ekonomi praktis. Tidak seperti tujuan budaya itu sebenarnya
yang diciptakan untuk membangun moralitas bangsa. Sangat ironis
memang ketika kita melihat orang asing yang lebih mahir dalam
memperagakan budaya kita. Kita sebagai bangsa yang bedaulat hanya
bisa diam ketika orang asing datang dan mengepakkan sayapnya dinegeri
kita dengan pundi-pundi uang dan identitas asing yang dibawa dari
negara mereka masing-masing. Bangsa kita terlena dengan identitas
asing yang sudah dikonstruk dalam diri kita bahwa segala sesuatu dari
orang asing itu baik. Sesuatu yang lebih, selalu kita menganggap itu
dari negara asing. Sementara bangsa kita hanya bisa menyalahkan satu
sama lain yang notabanenya adalah bangsanya sendiri. Ditengah
kemajuan zaman kita selalu mengikutinya namun tanpa bisa
menfilterisasi akibat dari kemajuan zaman itu sendiri. Bayangkan
berapa banyak budaya tradisional kita yang telah hilang tanpa jejak.
Itulah yang seharusnya dilestarikan, jangan hanya mempersalahkan
bangsa lain yang mengkalim budaya kita. Padahal lebih banyak jumlah
budaya kita yang hilang dari pada budaya kita yang telah diklaim.
Konon, banyak anak-anak memainkan berbagai macam permainan, tarian,
maupun olahraga tradisonal yang menjadi produk dari sebuah budaya.
Tapi sekarang jika kita perhatikan disekeliling kita, tidak ada
budaya itu yang hanya menjadi kenangan yang bisa dikenang namun tidak
ada upaya untuk melestarikannya. Yang ada sekarang adalah
produk-produk asing yang terus mengkonstruk pemikiran bangsa kita.
Game online contohnya yang terus menjadi favorite permainan di setiap
lapisan masyarakat kita. Mana sebenarnya jati diri kita sebagai
bangsa yang merdeka, bangsa yang berdaulat yang konon katanya
memiliki potensi untuk menjadi negara yang maju. Marilah kita
wujudkan itu semua, menjadi bangsa yang berbudaya. Bangsa yang
memiliki budi dan aya yang sesungguhnya. Mari kita rubah konstuk yang
ada dalam diri kita untuk menjadi sosok bangsa yang memiliki jati
diri, yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Menjadi bangsa yang
bangga akan budayanya sendiri tanpa harus melecehkan budaya orang
lain. Bangsa yang besar adalah bangsa yang cinta akan segala sesuatu
yang ada dalam diri bangsa sendiri sehingga potensi yang ada dapat
dikembangkan menjadi lebih baik dan lebih maju melalui proses
implementasi budaya. Jayalah bangsaku, jayalah Indonesiaku,
berkibarlah merah putih, semangat juang tanpa henti !!!
Cogito
Ergo SUM !!!
Malang,
17 April 2012 @ 23.22 WIB, created by DCP
)*
Mahasiswa semester II Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang
Peserta
Diklat PRA XIII LKP2M Tahun 2012
1
Representasi renungan dari kajian peserta magang I PRA XIII LKP2M
2012 ( 17 April 2012 )
2
Data Badan Pusat Statistik Nasional